Jumat, 21 Februari 2014

Apa Bedanya : NU dengan Walikota Surabaya

Walikota Surabaya Mampu Tutup Tempat-tempat Pelacuran, Sebaliknya NU Malah Membela Pelacuran di Lokalisasi
Tidakkah mereka takut ayat Allah ?
Zina adalah perbuatan dosa bahkan dosa besar. Dan yang lebih besar lagi dosanya adalah penyelenggaraan tempat untuk berzina bahkan ramai-ramai, lagi permanen, yaitu yang disebut lokalisasi. Itu bukan hanya dosa besar, tetapi sudah merupakan penentangan terang-terangan terhadap Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, plus menghalalkan yang haram.

Anehnya, justru NU menyuara untuk membela lokalisasi pelacuran. Dan suara yang menentang Allah secara terang-terangan itu bukan sekadar adanya orang NU yang membela pelacuran, namun dalam bentuk hasil bahasan resmi lembaga PBNU, Bahtsul Masail Diniyah Lembaga Kesehatan NU, bahkan kemudian disebarkan oleh situs resmi PBNU http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic,dietail-ids,11-id,49730-lang,id-c,syariah-t,Dasar+Hukum+yang+Membolehkan+Lokalisasi-phpx.

Itu jelas melawan nash Al-Qur’an tentang zina. Dan itu jelas bukan termasuk yang disebut “ijtihad yang salah”, yang masih mendapat pahala satu, namun justru terkena ancaman ayat:

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا (١١٥)
115. dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu[348] dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS An-Nisaa’: 115).

[348] Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan.

Dengan hasil pembahasan di NU yang mendukung lokalisasi pelacuran dan praktek pelacuran di dalamnya itu apabila nantinya ada lokalisasi dan para pelacur yang bersandarkan rujukan padanya maka para pembuat keputusan itu akan mendapatan dosa dan dosa dari para pelaku pelacuran tanpa berkurang darinya.

وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا ، وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ .
Dan barang siapa yang melakukan/ memunculkan suatu sunnah sayyi’ah (tradisi atau perilaku yang buruk) lalu diikuti orang-orang sesudahnya, maka ia akan ikut mendapatkan dosa mereka, tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa yang mereka peroleh.” (H.R. Muslim)

Jadi bukan mendapat “pahala satu karena kesalahan ijtihad” namun mendapatkan dosa dan masih pula mendapatkan dosa dari orang yang mempraktekkan zina (yang mereka bolehkan itu) tanpa berkurang darinya. Betapa mengerikannya. Dan itu bahayanya, masih pula berbahaya bagi Umat Islam, di antaranya akan meratakan penyakit, mendatangkan azab Allah, menumbuh suburkan peredaran minuman keras, narkoba, dan manusia-manusia dayyuts (orang yang tiada kecemburuan terhadap kekejian keluarganya) yang sangat keras diancam oleh Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam.

Dalam hadits:

عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ سَمِعَهُ يَقُولُ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَلَيْهِمْ الْجَنَّةَ مُدْمِنُ الْخَمْرِ وَالْعَاقُّ وَالدَّيُّوثُ الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ الْخُبْثَ
Dari Salim bin Abdillah bin Umar bahwa dia mendengar (bapak)nya berkata, telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Tiga golongan yang Allah mengharamkan surga atas mereka: pecandu khamer, anak yang durhaka kepada orang tua, dan Dayyuts, yaitu seorang yang merelakan keluarganya berbuat kekejian.” (Hr Ahmad, Dishahihkan Oleh Al-Albani Dalam Shahih Al-Jami’ Nomor 3052, Dalam Al-Jami’ As-Shaghir Wa Ziyadatuh Nomor 5363).- See more at: http://www.nahimunkar.com/menjijikkan-nu-bolehkan-zina-di-tempat-pelacuran/#sthash.C5CHHwBs.dpuf

Berikut ini sorotan seputar itu dari situs voaislam.com.

***

Apa Bedanya Ahok, Kandi Susanti, NU dan Tri Rismaharini?
JAKARTA – Begitu muramnya negeri ini. Semua hanya karena pejabatnya. Pejabatnya yang tidak bermoral dan akhlaknya bobrok. Faktor-faktor itu yang mengakibatkan negeri ini semakin hancur, dan berbagai perilaku masyarakat menyimpang.

Mereka menutup mata terhadap segala kekejian yang terjadi. Tidak peduli. Mestinya berbagai bencana yang terjadi sudah cukup menjadi peringatan, tetapi tidak ada sedikitpun perubahan sikap mereka.

Sangat berbeda dengan Walikota Surabaya Tri Rismaharini, yang ingin membersihkan kota Surabaya dari pelacuran, dan menutup semua lokalisasi pelacuran. Pelacuran, bentuk perzinahan yang merupakan sumber segala bencana. Justu sebaliknya, masih ada para pejabat yang tetap mengakomodasi dan melanggengkan perbuatan maksiat dan dosa itu. Bahkan, banyak pejabat yang ingin menghidupkan lokalisasi pelacuran, secara permanen.

Seperti Menkes Nafsiyah Mboi dalam acara “Mata Njawa”, akhir tahun lalu, terang-terangan menyatakan pembelaannya terhadap lokalisasi pelacuran. Nafsiah Mboi, bukan saja ingin ‘menggratiskan’ kondom kepada kalangan anak-anak muda agar tidak tertular penyakit AIDS, tetapi “murtadin” Nafsiah Mboi itu, sangat setuju lokalisasi pelacuran.

Sikap mendukung lokalisasi pelacuran itu, juga keluar dari mulut Wakil Gubernur DKI, Ahok, dan dengan sikapnya yang sangat arogan mengatakan, “Kalangan yang menentang lokalisasi – termasuk Muhammadiyah – sebagai munafik”, cetusnya. Ahok berulangkali mengatakan negara Indonesia bukan nengara agama. Mungkin karena Indonesia bukan negara agama (Islam), maka segala bentuk kejahatan, termasuk pelacuran dibolehkan. Ahok juga membolehkan minum bir. Sungguh sangat luar biasa arogansi Ahok.

Gelar pahlawan juga diberikan oleh Bupati Kendal, Widya Kandi Susanti, kepada para pelacur. Kandi Susanti, menyatakan PSK adalah pahlawan keluarga. Maka, menutup lokalisasi, menurutnya tidak tepat dan tidak manusiawi, selain juga akan menimbulkan masalah baru, yakni kemiskinan dan penyebaran penyakit kelamin.

Upaya menghidupkan lokalisasi juga mulai dengan cara memperalat Ormas Islam dan para alim ulama.

Dalam situs resmi milik PBNU (nu.or.id) dapat dilihat dan dibaca hasil “Bahtsul Masail Diniyah Lembaga Kesehatan NU tentang Penanggulangan HIV-AIDS, di mana NU mengeluarkan pandangan dan sikap tentang kebolehan lokalisasi pelacuran (lihat : http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic,dietail-ids,11-id,49730-lang,id-c,syariah-t,Dasar+Hukum+yang+Membolehkan+Lokalisasi-phpx).

PBNU nampaknya hanya mengulangi apa yang sudah menjadi kebijakan pemerintah yaitu menyatakan;

“bahwa lokalisasi hadir sebagai solusi pemerintah untuk mengurangi dampak negatif perzinahan, bukan menghalalkannya. Dengan dilokalisir, efek negatif perzinahan dapat dikelola dan dikontrol, sehingga tidak menyebar ke masyarakat secara luas. Termasuk penyebaran HIV/AIDS. Dengan kontrol yang ketat dan penyadaran yang terencana, secara perlahan keberadaan lokalisasi akan tutup dengan sendirinya karena para penghuninya telah sadar dan menemukan jalan lain yang lebih santun”.

Jika PBNU yang merupakan organisasi ulama sudah membolehkan lokalisasi pelacuran, lalu siapa lalgi yang bisa melarang pelacuran di Republik ini? Padahal, hukum berzina itu, menurut Islam harus dirajam sampai mati, tidak ada rukhsoh (pengeculian) bagi para pelakunya (bila pelakunya pernah menikah sah dan telah berhubungan badan. Sedang bagi pelaku zina yang masih bujangan maka dihukum cambuk/didera 100 kali dan dibuang setahun).

Pernyataan PBNU itu sangat paradok dengan fakta-fakta yang ada. Apalagi, hasil Bahtsul Masail yang dihasilkan PBNU itu, akhirnya hanyalah akan melanggengkan pelacuran di Indonesia. Sudah tidak layak lagi, kehidupan malam yang sangat pekat dipertahankananya. Walikota Surabaya Tri Rismaharini bisa dan mampu menutup pelacuran. Mengapa PBNU tidak bisa? (afgh/dsb/voa-islam.com) (voa-islam.com) Kamis, 20 Rabiul Akhir 1435 H / 20 Februari 2014 09:59 wib

(nahimunkar.com)

- See more at: http://www.nahimunkar.com/apa-bedanya-nu-dengan-walikota-surabaya/#sthash.B0S8Rc82.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar