Rabu, 19 Maret 2014

47 Tahun kuras kekayaan Papua, Freeport tak sejahterakan warga?

 
47 Tahun kuras kekayaan Papua, Freeport tak sejahterakan warga?
demo freeport. ©istimewa
Dari 31.000 karyawan Freeport, hanya 30 persen warga Papua





Merdeka.com - Sejak 1967 hingga kini, PT Freeport menikmati hasil kekayaan alam di bumi cenderawasih, Papua. Perusahaan tambang yang berafiliasi ke Freeport-McMoRan yang bermarkas di Amerika Serikat itu tak henti menambang emas, perak, dan tembaga.
Selama hampir setengah abad kehadiran Freeport di tanah Papua terus menerus memunculkan pelbagai masalah. Mulai dari setoran ke negara yang dinilai masih sangat rendah, hingga pelbagai alasan menyiasati larangan ekspor bahan mentah.
Permasalahan yang menyangkut Freeport tidak hanya soal setoran ke negara, tapi juga soal ketenagakerjaan dan peran perusahaan terhadap kesejahteraan masyarakat Papua. Sejauh ini, hanya sebagian kecil karyawan Freeport yang berasal dari warga Papua. Hal itu diakui sendiri oleh petinggi Freeport Indonesia.
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik B. Soetjipto mengatakan, hanya sekitar 30 persen sampai 36 persen pekerja Freeport yang merupakan warga Papua. "Dari 31.000 pekerja, sekitar 30-36 persen warga Papua," kata Rozik di Jakarta Convention Center, Rabu (22/1).
Diakuinya, Perseroan telah didesak untuk menambah jumlah pekerja yang berasal dari Papua. Setidaknya hingga 45 persen dalam waktu lima tahun ke depan. Desakan tersebut berasal dari Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres). "Seharusnya kata dia 100 persen, bukan 30 persen," imbuh Rozik.
Dia berdalih, Freeport memiliki standar kualitas pekerja yang harus dipenuhi oleh siapapun yang berminat untuk bekerja di Freeport . Rozik beralibi telah memprioritaskan warga setempat untuk menempati posisi pekerja di perusahaan penambang emas dan tembaga tersebut.
Rendahnya peran Freeport pada warga Papua pernah diutarakan oleh salah satu anggota DPR yang tergabung dalam tim pemantau otonomi khusus Aceh dan Papua, Irene Manibuy. Dia mengkritik peran Freeport hanya sebatas CSR saja. Irene mengatakan, saat ini masyarakat Papua tidak membutuhkan dana CSR dari Freeport . Papua butuh memperoleh komposisi saham Freeport untuk pengelolaan.
"Jangan kami hanya dikasih CSR Rp 1,3 triliun, jangan hanya CSR berdasarkan dividen hanya 1 persen dari pendapatan kotor. Kami butuh share dan mengatur sendiri pembangunan di sana, daerah kami," ucap Irene beberapa waktu lalu.
Lembaga swadaya Kontras dua tahun lalu pernah melansir laporan fasilitas pekerja Freeport di lokasi tambang yang sangat memprihatinkan. Misalnya kamar karyawan yang kecil, tapi diisi lima sampai enam orang.
Pekerja pun kerap mengeluh, lantaran remunerasi pegawai Indonesia tidak sama dengan sistem yang diterapkan Freeport-McMoRan di AS atau negara lain.
Di cabang Freeport lain, upah karyawan berkisar USD 20-230 per jam. Sedangkan di Indonesia, sempat hanya USD 3 per jam.
Baca juga:
Dari 31.000 karyawan Freeport, hanya 30 persen warga Papua
Freeport gandeng Antam uji kelaikan pembangunan smelter
SBY bahas masalah Papua dengan Menlu negara rumpun Melanesia
Pengusaha keluhkan minimnya bantuan perbankan bangun smelter
Menebak alasan pemerintah tak berani lawan Freeport dan Newmont
Reporter : Wisnoe Moerti | Kamis, 23 Januari 2014 07:03

161

Share Detail







 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar