PERAN ULAMA DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA
I. PENDAHULUAN
Tak bisa dipungkiri, perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia mengusir kaum imperialis (penjajah) dari tanah air tercintanya tidak lepas dari peranan besar tokoh-tokoh Islam negeri ini. Bahkan, tidak sedikit pemuka agama samawi itu terjun langsung berada di lini depan memimpin perang. Sehingga, tak sedikit pula yang berpulang keharibaan Ilahi Robbi sebagai pahlawan syuhada.
Tak terhitung jumlah tokoh muslim Nusantara ini gugur sebagai syuhada, diantaranya oleh Pemerintah Republik Indonesia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Kita ketahui Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Teuku Umar, Bung Tomo, serta masih banyak lagi yang mengobarkan semangat jihad para pejuang untuk berperang memaksa penjajah hengkang dari bumi pertiwi, bahkan menghancurkannya.
Selama hampir empat abad masa penjajahan di Indonesia, para syuhada yang diantaranya alim ulama berada di tengah-tengah pejuang muslim. Mereka senantiasa memacu semangat hizbullah itu untuk memerangi bangsa kuffar di wilayahnya masing-masing. Yang tidak berada di medan laga biasanya dipercaya memegang kendali strategi perang, dan senantiasa menjadi rujukan para pejuang untuk menentukan arah gerakannya. Ke mana pun pejuang bergerak, para ulama itu setia mendampingi.
II. PEMBAHASAN
A. LATAR BELAKANG PERKEMBANGAN GERAKAN ISLAM DI INDONESIA
Pembaharuan dalam Islam atau geraakan modern Islam merupakan jawaban yang ditujukan terhadap krisis yang dihadapi umat Islam pada masanya. Kemunduran Progresif kerajaan Usmani yang merupakan pemangku khilafah Islam, setelah abad ke tujuh belas, telah melahirkan kebangkitan Islam di kalangan warga arap di pinggiran Imperium itu. Yang terpenting diantaranya adalah gerakan Wahabi, sebuah gerakan reformis puritanis (salafiyyah). [1] Gerakan ini merupakan sarana yang menyiapkan jembatan kea rah pembaharuan Islam abad ke 20 yang lebih bersifat intelektual.
Katalisator terkenal gerakan pembaharuan ini adalah Jamaludin Al-Afghani (1897). Ia mengajarkan solidaritas Pan-Islam dan pertahanan terhadap imperialism Eropa, dengan kembali kepada Islam dalam suasana yang secara ilmiah dimodernisasi. Gerakan yang lahir di Timur Tengah itu telah memberikan pengaruh besar kepada gerakan kebangkitan Islam di Indonesia.
Bermula dari pembaharuan pemikiran dan pendidikan Islam di Minangkabau yang disusul oleh mnasyarakat Arab di Indonesia. Kebangkitan Islam semakin berkembang membentuk organisasi-organisasi social keagamaan, seperti Sarekat Dagang Islam (SDI ) di Bogor (1909) dan Solo (1911), Persyarikatan Ulama’ di Majalengka, Jawa Barat (1911), Muhammadiyah di Jogjakarta (1912), Persatuan Islam (PERSIS) di Bandung (1920 an), Nahdlatul Ulama’ (NU) di Surabaya (1926) dan persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) di Candung, Bukittinggi (1930), dan partai-partai politik seperti Sarekat Islam yang merupakan kelanjutan dari SDI, Persatuan Muslim Indonesia ((permi) di Padang panjang ( 1932) yang merupakan kelanjutan dan perluasan dari organisasi pendidikan Thowalib, dan Partai Islam Indonesia (PII) pada tahun 1938. [2]
Sementara itu, hamper pada waktu yang bersamaan, pemerintah penjajahan menjalankan politik etis, politik balas budi. Belanda mendirikan sekolah-sekolah formal bagi bumi putera, terutama dari kalangan priyayi dan kaum bangsawan. Pendidikan Belanda tersebut membuka mata kaum terpelajar akan kondisi masyarakat Indonesia. Pengetahuan mereka akan kemiskinan, kebodohan, dan ketertindasan masyarakat Indonesia, pada saatnya mendorong lahirnya organisasi-organisasi social, seperti budi Utomo, Taman Siswa, Jong Java, Jong Sumatera Bond, Jong ambon, Jon Selebas dan lain sebagainya. [3]
Penjajahan belanda terhadap bangsa Inodenesia, mendapat perlawanan sengit dari rakyat dan bangsa Indonesia pada umumnya. Mereka mengadakan perlawanan terhadap penjajah Belanda karena bangsa Indonesia merasa dijajah dan diperlakukan semena-mena oleh belanda. Perlawanan itu tidak hanya bermotif kebangsaaan, melainkan jufga karena motif agaman.mpenjajah belanda disamping karena ingin menguasai Indonesia, juga menyebarkan agama mereka, yaitu kristenisasi terhadap penduduk pribumi. Akibatnya rakyat dan bangsa Indonesia di hamper semua wilayah mengadakan perlawanan terhdap penjajahan Belanda.[4]
B. PERJUANGAN KEMERDEKAAN UMAT ISLAM
1. Masa Kolonial belanda
Nasionalisme dalam pengertian politik baru muncul setelah H samanhudi meneyerahkan tampuk kepemimpinan SDI pada bulan mei 1912 kepada HOS Tjokroaminoto yang mengubah nama serta sifat organisasi serta memperluas ruang geraknya. [5] sebagai organisasi politik pelopor nasionalisme Indonesia, SI pada decade pertama adalah organisasi politik besar yang merekrut anggotanya dari berbagai kelas dan aliran yang ada di Indonesia, waktu itu, ideology bangsa memang belum beragam, semua bertekad ingin mencapai kemerdekaan. Ideologi mereka Persatuan dan anti-Kolonialisme. Tjokroaminoto dalam pidatonya pada Kongres Sarekat Islam yang berjudul “Zulbetuur” tahun 1916 di bandung mengatakan :
Tidak pantas lagi hindia (Indonesia-Pen) diperintah oleh negeri belanda, bagaikan tuan tanah yang menguasai tanah-tanahnya. Tidak pada tempatnya menganggap Hindia sebagai seekor sapi perahan yang hanya diberi makan demi susunya. Tidaklah pantas untuk menganggap negeri ini sebagai tempat kemana orang berdatangan hanya untuk memperoleh keuntunga, dan sekarang sudah tidak ada tempatnya lagi, bahwa penduduknya, terutama anak negerinya sendiri, tidak mempunyai hak turut bicara dalam soal pemerintahan yang mengatur nasib mereka. [6]
Demikianlah SI memperjuangkan pemerintahan sendiri bagi pendudukan Indonesia, bebas dari pemerintahan Belanda. Namun demikian, dalam perjalanan sejarahnya, dikalangan tokoh-tokoh dan organisasi-organisasi pergerakan, mulai terjadi perbedaan-perbedaan taktik dan program, golongan revolusioner berhadapan dengan golongan moderat, dan politik koperasi tidak sejalan dengan politik non-koperasi yang dilakukan oleh golongan tertentu. Puncak perbedaan itu terjadi dalam tubuh SI sendiri, yangmemunculkan kekuatan baru dengan ideologinya sendiri, komunisme. Pemisahan apa yang kemudian dikenal dengan partai komunis Indonesia (PKI) dari SI itu, terjadi secara besar-besaran pada 1923.
Banyak kalangan pergerakan yang kecewa terhadap perpecahan itu. Mereka lebih kecewa lagi karena perpecahan itu bukan saja menunjukkan perbedaan taktik, tetapi lebih dari itu masing-masing golongan semakin mempertegas ideologinya. Sejak itu, SI dengan tegas menyatakan ideology Islamnya. Nasionalisme yang dikembangkanya adalah nasionalisme yang berdasarkan ajaran-ajaran Islam.
Kekecewaan itu memang beralasan, karena untuk mencapai tujuan (kemerdekaan), persatuan sangat dibutuhkan. Akan tetapi, reaksi yang muncul bukan usaha mempersatukan dua kekuatan yang bertikai. Orang-orang yang kecewa itu kemudian mendirikan kekuatan politik baru yang bebas dari komunisma dan Islam diantaranya Partai Nasional Indonesia (PNI) tahun 1927, partai Indonesia (Partindo) tahun 1931 dan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru) juga pada tahun 1931. Dengan demikian, pihak-pihak yang bertikai secara ideology bertambah satu kubu lagi. Mereka ini sering disebut nasionalisme “sekuler” atau nasionalis “netral agama”
Dengan demikian, terdapat 3 kekuatan politik yang mencerminkan 3 aliran ideology : “Islam”, komunisme dan nasionalis “sekuler”. Perpecahan antara 3 golongan tersebut menurut Deliar Noer disebabkan oleh pendidikan yang mereka terima bersifat barat. [7] pendidikan belanda diusahakan agar menimbulkan emansipasi dari agama di kalangan pelajar, sebab agamalah yang terutama menimbulkan pergolakan politik di kalangan rakyat Indonesia. Folongan sekuler yang ditimbulkan oleh pendidikan itu kemudian terpecah menjadi 2: komunis dan nasionalis sekuler.
Pendapat lain menyatakan, perpecahan itu lebih merupakan kelanjutab wajar dari latar belakang budaya masyarakat, terutama jawa. Proses islamisasi damai di Indonesia, yang mengkompromikan Islam dengan nilai-nilai budaya, telah melahirkan 3 golongan: santri, abangan dan priyayi. Ideology Islam didukung oleh golongan santri, komunisme oleh abangan dan nasionalis sekuler oleh priyayi.
Sehingga dapat disimpulkan nahwa kepercayaan abangan dan budaya priyayi yang memang sejak lama tidak selalu sejalan dengan ajaran-ajaran Islam, berubah menjadi nasionalisme sekuler melalui pendidikan Belanda yang memang dimaksudkan untuk mengemansipasi masyarakat dari agama. Perpecahanya menjadi Komunis dan nasionalis sekuler, lebih disebabkan oleh analisis kelas yang diterapkan komunis. Dilihat dari tingkat sekulerismenya, komunisme adalah sekulerisme radikal karena memusuhi agama, sedang Nasionalisme barat (seperti yang dianut oleh golongan nasionalis sekuler) adalah nasionalisme moderat, karena ia melihat agama adalah sebagai urusan pribadi.
Ketiga aliran tersebut terlibat dalam konflik ideologis yang cukup keras. Namun, PKI hanya terlibat dalam waktu yang sangat singkat, karena pemberontakanya di Jawa Barat (1926) dan di Sumatera Barat (1927) menyebabkan pemerintah Belanda menyatakannya sebagai partai terlarang, dan mengasingkan tokoh-tokohnya ke digul.
Dalam suasana konflik semacam itu, SI semakin hari semakin mengalami kemerosotan. Sementara partai-partaai nasionalis sekuler berkembang dengan pesat. Tingkat pendidikan dan kemampuan merumuskan realitas golongan nasioanalis sekuler nempaknya jauh lebih baik daripada SI yang mewakili Islam. Apalagi setelah Tjokroaminoto wafat, SI beberapa kali mengalami perpecahan yang mengakibatkan semakin kehilangan pamor, misalnya dengan penyadar ( H. Agus Salim dan Muhammad Roem; 19360 dan Komite Kebenaran PSII ( kartosuwirjo ; 1939)
2. Masa Pendudukan Jepang
Jepang kemudaian menjanjikan kemerdekaan Indonesia dengan mengeluarkan maklumat Gunseikan no 23/29 April 1945, tentang pembentukan Badan Penyelidik usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Berbeda dengan situasi sebelumnya, yang kalanga Islam mendapat pelayanan lebih besar dari Jepang, keanggotaanya didominasi oleh golongan nasionalis sekuler, yang ketika itu lazim disebut Golongan Kebangsaan. Di dalam badan inilah oekarno mencetuskan ide Pancasilanya. Meskipun di dalam rumusan pancasila itu terdapat prinsip ketuhanan, tetapi Negara pada dasarnya dipisahkan dari agama.
Setelah itu, dialog resmi ideologis antara dua golongan terjadi dengan terbuka dalam suatu forum. Panitia Sembilan, semacam sebuah komisi dari forum itu, membahas hal-hal yang sangat mendasar, preambul UUD. Lima orang mewakili golongan nasionalis sekuler (soekarno, Muhammad hatta, Muhammad Yamin, Maramis dan Soebardjo) dan empat orang lainya mewakili Islam (abdul Kahar Muzakkir, wahid Hasyim, Agus salim, dan Abikusno Tjokrosujoso). Kompromi yang dihasilkan panitia ini kelak dikenal dengan piagam Jakarta. Pada prinsip ketuhanan terdapat anak kalimat “ dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya).
Tetapi pada saat dibahas kembali di dalam siding pleno, Piagam Jakarta ternyata tidak memuaskan kedua belah pihak. Baik golongan Islam maupun Nasionalis sekuler dengan kuat mempertahankan prinsipnya masing-masing. Namun akhirnya berkat usaha Agus Salim dan Soekarno, Piagam Jakarta diterima sebagi muqoddimah Konstitusi , dengan alas an bahawa ia merupakan suatu kompromi yang dicapai dengan susah payah.
C. PERAN ULAMA’ DALAM PERJUANGAN DAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAAN INDONESIA
Pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, pasukan sekutu menjatuhkan bom atomnya di Kota Hiroshima dan Nagasaki yang menyebabkan Jepang menyerah tanpa syarat kepada pasukan Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945. Sehingga rakyat Indonesia memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia pada hari Jum’at tanggal 17 Agustus 1945. Dengan proklamasi ini berakhirlah pendudukan Jepang Indonesia selama 3,5 tahun sejak tahun 1942 yang sebelumnya mengambil alih pemerintahan colonial Belanda yang telah lebih dulu menjajah bangsa Indonesia selam 350 tahun.
Akan tetapi beberapa saat setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, tentara sekutu datang kembali ke Indonesia dengan dalih melucuti persenjataan Jepang yang telah dinyatakan kalah dengan pihak sekutu pada Perang Dunia II. Namun ternyata kedatangan pasukan sekutu di Indonesia diboncengi oleh NICA. Ternyata kedatangan mereka ingin menegakkan kembali kolonialisme Belanda yang telah berkuasa di Indonesia selama 3,5 abad.Rakyat Indonesia menentang keras kehadiran mereka dan memberikan perlawanan yang sengit untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang baru saja diproklamirkan. Hal ini mengakibatkan pecahnya pertempuran kedua belah pihak di beberapa kota di Indonesia. Pertempuran itu pun meletus di kota Surabaya yang terjadi pada tanggal 10 November 1945 yang dikomandoi oleh Jenderal Sudirman dan Bung Tomo bertempur mati-matian melawan tentara musuh.
Para pimpinan NU dan warganya juga ikut mengambil bagian dalam pertempuran ini. KH. Wahid Hasyim dan KH. Zainul Arifin misalnya yang aktif memimpin pasukan Hizbullah maju ke garis depan bersama-sama pejuang-pejuang rakyat.
Resolusi Jihad
Situasi pertempuran di Surabaya semakin sengit. Pada saat-saat genting ini, NU memanggil seluruh konsulnya di Jawa dan Madura, dan mengadakan pertempuran di kota guna membahas situasi pertempuran yang semakin kritis. Dalam pertempuran yang meletus pada tanggal 22 November 1945 itu, NU mencetuskan Resolusi Jihad, yang isinya sebagai berikut :
1) Kemerdekaan Indonesia yang memproklamirkan pada 17 Agustus 1945 wajib dipertahankan.
2) Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah, wajib dibela dan diselamatkan.
3) Musuh Republik Indonesia, terutama Belanda yang datang membonceng tugas-tugas tentara Sekutu dalam masalah tawanan perang bangsa Jepang tentulah akan menggunakan kesempatan politik dan militer untuk kembali menjajah Indonesia.
4) Umat Islam, terutama Nahdlatul Ulama, wajib mengangkat senjata melawan Belanda dan kawan-kawannya yang hendak menjajah kembali Indonesia.
5) Kewajiban tersebut adalah suatu jihad yang mehjadi kewajiban setiap orang Islam (fardlu ‘ain) yang berada pada jarak radius 94 km (jarak dimana umat Islam diperkenankan Sholat Jama’ dan Qoshor). Adapun mereka yang berada diluar jarak itu berkewajiban membantu saudara-saudaranya yang berada dalam radius 94 km tersebut. [8]
Dengan dicetuskannya resolusi jihad oleh NU, perlawanan dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia semakin bertambah gigih, terutama di kalangan pejuang-pejuang Islam. Banyak pejuang-pejuang Islam yang bergabung dengan pasukan Hizbullah dan Sabilillah untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. KH. Masykur yang aktif memimpin pasukan Sabilillah memainkan peranan penting dalam kancah pertempuran ini. Demikian pula KH. Wahab Hasbullah yang memimpin pasukan Mujahidin mengorganisasi para kiai dan ulama untuk ikut terjun ke dalam kancah pertempuran ini. Bersama kekuatan-kekuatan rakyat revolusioner, pasukan Mujahidin, Hizbullah, dan Sabilillah mengadakan perlawanan yang gigih melawan tentara musuh.
Resolusi jihad yang dikumandangkan NU ikut pula memberikan inspirasi dan memotivasi para pejuang Muslim untuk terjun ke kancah pertempuran di beberapa kota, seperti Plagan, Ambarawa, Semarang, Bandung, dll. slogan yang dikumandangkan oleh para kiai dan ulama serta kaum Muslimin umumnya adalah “Hidup Mulia atau Mati Syahid di Jalan Allah” dan “Cinta Tanah Air adalah Bagian dari Iman”. Slogan inilah yang telah membakar semangat juang kaum muslimin dalam pertempuran mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
III. KESIMPULAN
· Kolonialisme Belanda selama hamper 350 tahun sangat menyengsarakan rakyat Indonesia, dan sebenarnya rakyat Indonesia tidak saja berpangku tangan selama 3,5 Abad. Pertempuran dan perlawanan sudah dilakukan oleh pejuang-pejuang yang berada di daerah. Khususnya para ulama’, seperti perang oadri di minangkabau, perang diponegoro, perang Banjarmasin perang Aceh dan lain-lain yang terjadi sekitar abad 18 dan abad 19.
· Pembaruan Islam di Timur Tengah pada abad ke-19 memberikan pengaruh besar pada pemikiran dan pendidikan, bahkan gerakan kebangkitan Islam di Indonesia. Yang secara tidak langsung mempengaruhi beberapa organisasi social keagamaan seperti SDI, Muhammadiyah, NU dan lain-lain.
· Organisasi social keagaamaan SDI, yang selanjutnya pada tahun 1912 berubah menjadi SI yang dipimpin HoS Tjokroaminoto merupakan organisasi politik pelopor nasionalisme Indonesia, dengan ideology Persatuan dan anti-kolonialisme. Dengan segala dialektikanya, SI dapat memunculkan ide-ide lain. Yakni, untuk kalangan Santri, lahirlah ideology Islam; kalangan abangan melahirkan Komunisme; dan priyayi yang melahirkan Nasionalis “sekuler.
· Pada perkembangan selanjutnya, pada pendudukan Jepang, jepang beruasaha memadukan antara golongan Nasionalis “sekuler” dan Islam. Karena kedua kekuatan ini mempunyai masa yang sangat patuh dengan pendekatan keagamaanya. Kedua ideology ini sepakat mengadakan dialog ideologis terbuka sehingga terbentuklah Panitia Sembilan, membahas hal yang mendasar terkait dengan preambul UUD. Lima orang yang mewakili golongan Nasionalis “sekuler” adalah Soekarno, Muhammad Hatta, Muhammad Yamin, Maramis, dan subardjo) sedangkan yang mewakili golongan Islam adalah Abdul Kahar Muzakir, Wachid Hasyim, Agus salim dan Abikusno Tjokrosujoso. Forum ini menghasilkan Piagam Jakarta, pada prinsip Ketuhanan terdapat anak kalimat “dengan kewajiban melaksanakan syarikat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Namun pada saat siding pleno, Piagam Jakarta tidak bisa memuaskan kedua belah pihak. Karena tetap mermpertahankan prinsip masing-masing. Berkat perjuangan dan usaha Agus Salim dan Soekarno, Piagam Jakarta diterima Sebagai mukoddimah Konstitusi. Dengan alas an bahwa ia merupakan suatu kompromi yang dihasilkan dengan susah payah.
· Terakhir , tidak hanya perjuangan dalam melawan Kolonialisme Belanda dan Jepang saja, namun pasca diploklamirkan Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dengan dalih akan melucuti persenjataan Jepang yang sudah dinyatakan dalam perang Dunia II. Tentara sekutu yang diboncengi NICA beruasaha ingin menegakkan kolonialisme di Indonesia. Yang mencetuskan beberapa perlawanan di beberapa daerah di Indonesia. Di Surabaya, dikenal dengan pertempuran 10 November 1945.
· Dengan dicetuskannya resolusi jihad oleh NU, perlawanan dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia semakin bertambah gigih, terutama di kalangan pejuang-pejuang Islam. Banyak pejuang-pejuang Islam yang bergabung dengan pasukan Hizbullah dan Sabilillah untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. KH. Masykur yang aktif memimpin pasukan Sabilillah memainkan peranan penting dalam kancah pertempuran ini. Demikian pula KH. Wahab Hasbullah yang memimpin pasukan Mujahidin mengorganisasi para kiai dan ulama untuk ikut terjun ke dalam kancah pertempuran ini. Bersama kekuatan-kekuatan rakyat revolusioner, pasukan Mujahidin, Hizbullah, dan Sabilillah mengadakan perlawanan yang gigih melawan tentara musuh.
IV. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat saya sampaikan, kiranya masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang konstruktif sangat saya harapkan.
by Tri Indana
[1] Dr. Badri Yatim , MA, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), Cet 2., hlm. 257.
[2] Ibid, hlm. 258.
[3] Ibid.
[4] Drs. Samsul Munir Amin, MA, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2010), cet. 2., hlm. 388-389.
[5] Dr. Badri Yatim, MA. Op.cit, hlm 259.
[6] Ibid.
[7] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar