Jumat, 07 Februari 2014

Mandulnya Regenerasi Ketokohan Minangkabau

Oleh : Arifki | 24-Aug-2012, 23:56:05 WIB
KabarIndonesia - “ Berikan saya seribu orang tua maka aku akan cabut semeru dari akarnya, Berikan aku sepuluh pemuda maka aku akan goncang dunia “(Bung Karno). Tapi sekarang, berikan aku tujuh orang pemuda maka aku akan bentuk Boy Band (Pemimpin Galau)
Jika kita bicara soal romantisme masa lalu Minangkabau dalam melahirkan tokoh-tokoh Nasional sebelum era kemerdekaan memang suatu prestasi yang sangat luar biasa melihat itu semua. Tapi semua itu cuma ukiran sejarah yang terkadang sudah terlupakan oleh generasi muda.

Tuanku Imam Bonjol (lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatra Barat tahun 1772 - wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di Lotak, Pineleng, Minahasa, 6 November tahun 1864), bernama asli Muhammad Shahab atau Petto Syarif, adalah salah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang melawan Belanda.
Seorang Imam Bonjol sangat popular dalam buku-buku sejarah anak Sekolah Dasar sampai dengan SLTA. Tapi keadaan hari ini generasi muda dengan lebih mengenal Boy Band dan Girl Band dari pada Pahlawan yang dari Minangkabau. Hal yang paling membuat hati kita miris para mahasiswa banyak yang tidak tahu sama sekali dengan apa itu Tridharma Perguruan Tinggi.

Haji Agus Salim (lahir dengan nama Mashudul Haq (berarti "pembela kebenaran"); lahir di Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda, 8 Oktober tahun 1884 – meninggal di Jakarta, Indonesia, 4 November tahun 1954 pada umur 70 tahun) adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia.
Agus Salim lahir dari pasangan Soetan Salim gelar Soetan Mohamad Salim dan Siti Zainab. Jabatan terakhir ayahnya adalah Jaksa Kepala di Pengadilan Tinggi Riau. Pendidikan dasar ditempuh di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah khusus anak-anak Eropa, kemudian dilanjutkan ke Hoogere Burgerschool (HBS) di Batavia. Ketika lulus, ia berhasil menjadi lulusan terbaik di HBS se-Hindia Belanda.
Setelah lulus, Salim bekerja sebagai penerjemah dan pembantu notaris pada sebuah kongsi pertambangan di Indragiri. Pada tahun 1906, Salim berangkat ke Jeddah, Arab Saudi untuk bekerja di Konsulat Belanda di sana. Pada periode inilah Salim berguru pada Syeh Ahmad Khatib, yang masih merupakan pamannya.

Salim kemudian terjun ke dunia jurnalistik sejak tahun 1915 di Harian Neratja sebagai Redaktur II. Setelah itu diangkat menjadi Ketua Redaksi. Menikah dengan Zaenatun Nahar dan dikaruniai 8 orang anak. Kegiatannya dalam bidang jurnalistik terus berlangsung hingga akhirnya menjadi Pemimpin Harian Hindia Baroe di Jakarta. Kemudian mendirikan Suratkabar Fadjar Asia. Dan selanjutnya sebagai Redaktur Harian Moestika di Yogyakarta dan membuka kantor Advies en Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO). Bersamaan dengan itu Agus Salim terjun dalam dunia politik sebagai pemimpin Sarekat Islam.
Agus Salim yang menjadi tokoh diplomasi Indonesia yang sangat disegani dunia Internasional sehingga tokoh Minangkabau yang identik dengan jenggot dan sarung itu belum tergantikan hingga saat ini.

Tan Malaka atau Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka (lahir di Nagari Pandam Gadang, Suliki, Sumatera Barat, 2 Juni tahun 1897 – meninggal di Desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur, 21 Februari tahun 1949 pada umur 51 tahun) adalah Bapak Republik Indonesia, seorang aktivis pejuang kemerdekaan Indonesia, seorang pemimpin sosialis, dan politisi yang mendirikan Partai Murba.

Pejuang yang militan, radikal, dan revolusioner ini banyak melahirkan pemikiran-pemikiran yang berbobot dan berperan besar dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dengan perjuangan yang gigih maka ia dikenal sebagai tokoh revolusioner yang legendaris.

Contoh tokoh-tokoh diatas baru refresentatif dari sebahagian kecil tokoh-tokoh Minangkabau yang kita perkenalkan. Hatta, M. Yamin, Syahril dan banyak tokoh-tokoh lainnya. Itu semua hanya bukti sejarah saja yang hari ini tidak lagi di contoh ketokohannya oleh generasi muda Minangkabau. Ketika Agus Salim hanya dikenal sebagai Stadion Utama Semen Padang, Imam Bonjol yang dijadikan nama jalan, Garuda yang hanya ada di baju Tim Nasional Indonesia dan Pancasila hanya dikenal dibelakang buku-buku anak SD.
Sekarang mana tokoh-tokoh Minangkabau yang betul-betul menunjukan idealismenya sebagai orang Minangkabau yang mahir dari segi pemikiran. Politik-politik praktis yang mengkontaminasi nilai-nilai luhur ketokohan Minangkabau.

Harapan kita dunia-dunia kampus yang dijadikan alat pencetak negarawan jangan salah kaprah dalam menanggapi peran ini. Memang bangsa ini sekarang sedang mengalami proses perkembangan jika tidak ada keseimbangan antara tokoh ekonomi dan negarawan bersiap-siaplah bangsa ini akan dijual suatu saat nanti. Kampus-kampus janganlah terlalu mendominasi dengan seminar kewirausahaan saja karena seminar kebangsaan juga perlu untuk mengembalikan jiwa generasi muda yang telah terkikis.

Penulis adalah Anggota Muda UKM PHP Unand dan Mahasiswa Ilmu Politik Unand, Sumatra Barat


Blog: http://www.pewarta.kabarindonesia.blogspot.com/
Alamat ratron (surat elektronik): redaksi@kabarindonesia.com
Berita besar hari ini...!!! kunjungi segera:
http://www.kabarindonesia.com//

Tidak ada komentar:

Posting Komentar